Berita

Isra Mikraj, Masyarakat Ziarahi Makam Bukit Batu

Kamis, 8 Pebruari 2024 14:28 WIB
  • Share this on:

Isra Mikraj, Masyarakat Ziarahi Makam Bukit Batu

Kemenag Bintan (Humas)—Salah satu perayaan menarik dari peringatan Isra Mikraj adalah Ziarah makam bukit batu di Desa Bintan Buyu, Kabupaten Bintan. Hari ini, Kamis, 8 Februari 2024 bertepatan dengan 27 Rajab 1445 H masyarakat dari berbagai penjuru mendatangi makam Bukit Batu di Desa Bintan Buyu.

Laporan Kontributor, Farhan Al Mujahid, seorang penyuluh agama Islam di Kecamatan Teluk Bintan mengatakan ratusan masyarakat menghadiri Ziarah Makam Bukit Batu pada hari ini. Kepada media ini, Farhan mengatakan 27 Rajab adalah sejarah yang paling mulia dalam Islam yaitu adanya peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad Saw. Peristiwa itu membawa misi suci berupa perintah kewajiban menjalankan Salat lima waktu.

Nah, Farhan menyebutkan salah satu adat istiadat masyarakat Bintan dalam mengenang peristiwa ini adalah dengan melakukan tradisi ziarah makam di Bukit Batu dalam agenda Haul Akbar. Dalam kegiatan ini masyarakat di penjuru Bintan dan sekitarnya berbondong-bondong ikut hadir mengikuti kegiatan tersebut.

“Kami sebagai Penyuluh Agama Islam yang bertugas di lingkungan tersebut ikut menjunjung tinggi kearifan lokal dengan menambah satu kegiatan Pra H-1 dengan mengadakan khotmil Quran Binnadhor Khatam 30 Juz dalam satu hari,” ujarnya.

Menilik sejarah, Bintan Buyu adalah sebuah desa di Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan. Daerah Bintan Buyu sendiri, secara administratif masuk ke kawansan Teluk Bintan dan telah terpilih sebagai pusat ibukota yang baru Kabupaten Bintan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bintan melalui sidang paripurna terbuka pada tanggal 8 Oktober 2003. 

Pada masa lalu Bintan mulai ramai dikunjungi sejak kedatangan sang Nila Utama dan Demang Lebar daun dari Bukit Siguntang (Palembang). Setelah memudarnya Kerajaan Sriwijaya, maka ada kecendrungan untuk membuka kawasan baru. Kedatangan Sang Nila Utama disambut dengan baik oleh pimpinan masyarakat setempat (permaisuri) dan di angkat menjadi pemimpin yang baru. Sang Nila Utama menikah dengan Dang Sri Beni Puteri dari pemimpin masyarakat setempat (anak bunda permaisuri Bintan).

Untuk memperluas daerah kekuasaannya, Sang Nila Utama membuka kawasan dari yang dinamakan dengan sebutan Temasik (Tumasik, sekarang Singapura). Nila Pahlawan menjadi orang kepercayaan Sang Nila Utama untuk memimpin di Bintan. Nila Pahlawan yang juga berasal dari Bukit Siguntang menikah dengan Dang Empuk (Wan Pok) kerabat dari permaisuri Bintan. Sementara itu, Krisna Pendeta menikah dengan Dang Menini (Melini). Makam dari Wan (Dang) Pok atau Wan Empuk (istri Nila Pahlawan), makam Wan Menini atau Dang Melini (istri Krisna Pendeta), makam permaisuri Bintan (bundanya Dang Sri Beni), makam Dang Sri Beni (isteri Sang Nila Utama, dan makam Tok Telanai (putera Demang Daun Lebar) sekarang masih banyak dijumpai di Bintan Buyu. Makam- makam yang dikeramatkan inilah pada akhirnya yang menjadi cikal bakal terjadinya tradisi ziarah kubur di Bukit Batu pada masyarakat Melayu Kbupaten Bintan.

Pada setiap tanggal 27 Rajab, bersempena dengan peringatan Isra Mikraj masyarakat Melayu di Bukit Batu, Bintan Buyu Kabupaten bintan menyelenggarakan upacara selamatan yang dipusatkan di kompleks makam Bukit Batu. Biasanya tradisi ini disebut dengan Hari Ziarah Besar ke Bukit Batu.

Inti dari kegiatan ini adalah menziarahi makam-makam yang berada di Bukit Batu, dengan mengirimkan doa buat leluhur, pembacaan doa selamat (tolak bala), menaikkan panji-panji kain warna kuning, menabur beras kunyit di sekitar kompleks makam, dan menunaikan nazar.Tradisi ziarah kubur dimulai sekitar pukul 10.00 pagi (waktu setempat) setelah pengunjung cukup banyak.

Diawali dengan tampilnya beberapa orang yang dituakan diantaranya adalah pawing kampong bukit batu, yang sejak semula sudah duduk ditempat pelaksanaan upacara bersama tokoh adat dan alim ulama. Beliau pelan-pelan membesarkan api penebaran (tempat bara), membakar kemenyan sehingga asap tipis berkepul-kepul sambil membacakan doa-doa. Lalu menaburkan beras kunyit ke pusara Wan Empuk, Wan Menini, Wan Sri Beni dan pusara-pusara lainnya.

Selanjutnya pemimpin upacaara mengambil beberapa helai kain berwarna putih, kuning (celupan dari sari kunyit) da nada pula yang berwarna hijau. Masing-masing kain berukuran 1,5 x 1 meter itu digantungkam, diikat atau diselipkan pada galah atau kayu yang sudah disediakan pada tempat itu. Kain-Kain tersebut ada juga yang diikatkan pada ranting kayu yang tumbuh di sekitar kompleks makam. Aktivitas menggantung, mengikat dan sebagainya itu disebut menaikkan panji-panji.

Editor:
Hatiman
Kontributor:
Miluk Latifah
Penulis:
Miluk Latifah

Gallery

  • Tandatangani MRA Jaminan Produk Halal Pertama di Eropa, Menag: Perkuat Integrasi Pasar Regional
  • Menag Yaqut Diterima Menhaj Tawfiq, Bahas Persiapan Haji 2025
  • BPJS Ketenagakerjaan Tanjungpinang Gelar Sosialisasi Program bagi Pengelola Pondok Pesantren
  • Gerak Jalan Kreasi, Regu Putra MTs MU Kawal Raih Juara I
  • Sambut Kedatangan, Menag Harap Paus Fransiskus Saksikan Keberagamaan Indonesia Terpelihara dengan Baik